Friday, December 4, 2015

Salah Masuk



Pagi-pagi Andre sudah berdiskusi di kamar Abdullah. Di temani cahaya matahari yang masih terasa sejuk. Kadang angin yang berhembus dingin ke kulit tubuh ini serasa menusuk. Abdullah membentenginya dengan jaket kuning tebal. Katanya, agar perut yang keroncongan yang nanti menghampiri bisa dihindari, juga tidak cepat lapar.
Bang Adi, penjual bubur di gang Cikutra sudah mulai mangkal pagi itu di depan kost Abdullah dan Andre. Suara ’teng-teng-teng’ mulai digelar di sepanjang gang. Gemanya terdengar dari satu ujung gang ke ujung gang lainnya.
”Wah, itu bubur Bang Adi. Hebat benar Bang Adi ini, mengambil posisi strategis. Kalau diukur dari jalan masuk gang ke ujung gang lainnya, jatuhnya persis di dekat kost-an kita. Pantas saja dia sering mangkal di sini, ya?” ujar Andre pada Abdullah yang sedang asik di depan komputernya. Dia sedang menyelesaikan satu pesanan website dari pelanggan barunya.
”Kalau jualan kita harus pinter-pinter ikhtiar. Bunyian mangkok itu sudah khas-nya bang Adi. Nah, itu kalau jualan di dunia nyata. Kalau di dunia maya, ikhtiarnya kita bisa pake website” balas Abdullah.
”Kau mau sarapan Bubur?”
”Boleh. Maaf Dre, bisa minta tolong pesankan? Saya ngga pake kacang.. ”
”Ok, bentar ya..aku pesankan”
”Bang Adi, pesan bubur dua. Satu pake kacang, satu lagi ngga?”
”Siap! Satu lagi buat siapa?” tanya bang Adi.
”Buat Abdullah”
”Gimana kuliah Abdullah? Rasa-rasanya dia jarang kelihatan di kampus”
”Lho, kok bang Adi tahu?”
”Iye, kan abang sering mangkal di pojok jalan pengkolan kampus, pas pintu keluar”.
”Jadi abang hapal, siapa aja yang rajin ke kampus dan ngga di gang ini”.
”Iya Bang, kuliahnya Abdullah ngga mulus, setelah dia kenal satu hobi barunya. Dia keasyikan”.
”Abdullah, makan nih.. buburmu sudah siap” Andre meletakkan bubur yang masih hangat itu di samping Abdullah.
”Terima kasih, Dre” kata Abdullah singkat. Tangannya masih lincah menari di atas keyboard mengetikkan kode HTML[1], kadang tangan kanannya menggerak-gerakkan mouse.
Sembari menghabiskan bubur ayam yang dipesan, Andre mendapat lanjutan cerita kuliahnya Abdullah kenapa tidak mulus. Abdullah menjelaskan pada saat ia masih aktif kuliah, menemukan hobi barunya sebagai seorang webdesigner. Awalnya, Ferry  yang lebih dulu jago mendesain web mengajarinya. Abdullah merasa beruntung, karena pada saat itu, internet masih menjadi barang langka. Jadi, sangat jarang orang yang mahir dalam pengoperasiannya. Setelah mendapat pelatihan singkat dari temannya itu, Abdullah menjadi betah berlama-lama di depan komputer. Ia mencoba membuat website ini dan itu. Ditambah lagi, Abdullah mendapat tawaran menjadi asisten laboratorium komputer di kampusnya. Otomatis waktunya banyak dihabiskannya pula di sana.
Berkat hobi barunya ini, Abdullah juga mendapat beberapa pesanan membuat website, baik dari perorangan maupun dari instansi. Hal ini menyebabkan kuliah Abdullah menjadi terbengkalai. Bahkan Abdullah secara sukarela menjadi webdesigner dari sebuah band favoritnya yang terkenal di negeri ini. Untuk mendapatkan informasi dan foto-foto terbaru dari band ini, Abdullah seringkali meninggalkan kuliah dan ikut tour bersama band tersebut. Kemudian, Abdullah memutuskan cuti dari kuliahnya dan bekerja di salah satu perusahaan penyedia layanan internet di Jakarta.
Ponsel Abdullah berbunyi. Dari nama yang tampil di layar, tertulis F.SBY.Amin. Nama yang dia buat sengaja di ponselnya dengan klasifikasi tertentu. F menunjukkan singkatan ‘family’ sedangkan SBY kependekan dari Surabaya. Kalau daftar nama di ponsel Abdullah didownload dan dicetak, semua klasifikasi dari keluaga dekat, ia beri kode diawali A. Jadi ada nama A.Mama, A.Abah, A.Daud dan A.Sholeh. Sedangkan teman dekatnya ia beri kode B.SD, untuk kode teman SD, B.SMP untuk kode teman SMP diteruskan SMA dan terakhir KUL, untuk kuliah. Susunannya rapi. Sehingga memudahkan dan efektif jika ia ingin sms ke banyak tujuan.
Abdullah membayangkan wajah yang berbicara dari ujung telpon sana, terdengar suara pria menyapa, “Assalamulaikum, Abdullah..”
“Waalaikum salam om Amin. Kapan mau ke Bandung?” jawabnya.
“Insya Allah besok, Dul! Pakai kereta Mutiara Selatan”
“Oya, besok Insya Allah saya jemput ya.. jam berapa om jadwal tibanya? ”
“Insya Allah jam 06.15 WIB, Dul”.
“Iya Om, makasih infonya ya Om. Nanti kalau sudah sampai keluarnya di pintu kanan ya Om. Saya nunggu di sisi Kanan.” Jelas Abdullah mengarahkan.
“Ya Dul, Assalamualaikum” tutup om Amin.
“Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” Abdullah menjawab sambil menutup telepon. Di daftar kontak ia pilih sederetan kode yang berawalan A, beberapa nama dikirimkannya sebuah sms.
“Sip!  aku sudah kasih kabar..”
“Kabar apa?” tanya Andre.
“Ooh, ada om Amin dari Surabaya. Dari sepupu abah. Biar yang lain tahu kukirim juga ke orang tua dan adik-adikku”
“Kok bisa cepet ngirimnya?”
“Gini Dre, untuk mempercepat, biasanya kubuat daftar nama dengan didahului nama grupnya” kemudian Abdullah menjelaskan detil caranya. Dengan cara ini akan selain memudahkan kita juga mengirim sms, memudahkan orang lain juga menerima sms dengan cepat.
“Kan bisa dibuat grup?”
“Itu juga bisa... tapi lebih sering aku  terlewat bikin di grupnya. Dan cara ini yang lebih praktis kalau kita juga ingin mencari nama-nama satu grup di ponsel kita ”, jelas Abdullah.
Esoknya setelah melaksanakan shalat subuh, Abdullah berangkat menuju stasiun Hall dengan motornya. Ia memutuskan menjemput Om Amin yand datang dengan kereta dari surabaya. Sampai di parkiran, terdengar tausyiah ustadz yang biasa mengisi di  MQ FM. Arah suara itu rupanya dekat dengan tukang parkir yang menjaga pintu masuk tadi. Kurang tiga meter dari situ ada musholla. Ada teras di depannya.
“Aha, aku bisa  duduk di depannya” bisik Abdullah. Diam-diam Abdullah mencuri suara, menimba ilmu sambil duduk menunggu. Benar kata Yamin, kalau pagi hari kita bisa memilih santapan yang nyaman untuk ruhani, hati ini bisa jadi berbeda dampaknya. Ia membenarkan pendapat sahabatnya, bukan acara berita yang berisi berita kecelakaan, berita pencurian atau berita yang tidak membahagiakan hati ini yang mestinya disampaikan. Tapi berita-berita yang dapat membangkitkan semangat atau membangkitkan prestasi. Isi tausyiah sudah ditutup dengan doa, artinya durasi acara ini hampir habis. Selanjutnya pasti diisi berita, jadwalnya jam enam pagi. Kereta Mutiara Selatan dari Surabaya dijadwalkan datang sebentar lagi.
Tak lama, kereta yang ditunggu tiba. Penumpang tumpah keluar dari kedua pintu di ujung gerbong. Sengaja aku mengambil posisi lebih tinggi dan sedikit jauh. Agar pandangan mata dapat melihat bebas memantau gerbong berhenti.
Beraneka macam tingkah polah penumpang, ada yang jalan santai sambil melambai, ada yang menelpon, ada yang berlari ke arah toilet. Mungkin ia kebelet sambil menenteng barang.
Om Amin sangat mudah kukenali. Karena ia mengenakan peci putih favoritnya, seperti pak Haji. Aku bisa mengenalinya tapi Om Amin terlihat masih mencari-cari.
“Assalamualaikum Pak Haji” celetuk Abdullah.
“Waalaikum salam, Abdullah ya?”
“Iya Om”
“Alhamdulillah. Wah, sudah besar kau sekarang! Om tahu nomor kamu dari abah di kalimantan” jelas Om Amin.
“Iya Om, Mama dan Abah juga cerita tadi malam”.
“Gimana kabar tante di Surabaya?”
“Alhamdulillah sehat”
“Sini Om, saya bawakan tasnya” dengan gesit dan sigap Abdullah membawakan tas tentengan om Amin.
Obrolan berlanjut sampai parkiran, juga selama di perjalanan.
“Besok pagi om acara bebas” om Amin menjelaskan.
“Kita ke DT mau ngga om?” ajak Abdullah semangat.
“DT apa itu?”, tanya om Amin sambil mengangkat secangkir teh, mengucap basmallah dan meminumnya
“Daarut Tauhiid. Jadi kita shalat subuh di sana, setelah itu kita bisa mengikuti tausyiah” 
“Boleh!” jawab om Amin singkat, kemudian ia meneruskan  minum seteguk lagi teh hangat yang disediakan Abdullah.
Waktu subuh yang dijadwalkan tiba. Mereka bersiap mengikuti tausyiah di pesantren DT yang letaknya di Gerlong.
“Gerlong itu daerah mana, Dul. Om masih asing dengan kota Bandung”.
“Gerlong itu sebenarnya singkatan, om, geger kalong”  Abdullah menjelaskan sambil menahan dingin pagi yang menerpa di wajahnya.
“Untung om pake jaket tebal dari kamu. Padahal om tadi sempat menolak ngga mau. Om pikir dinginnya biasa saja” suara om Amin datang dari belakang.
“Kalau kita ngga berangkat pagi, bisa ngga dapat tempat” karena banyak jamaah yang silaturahim ke pesantren ini.
Setiba di depan mesjid DT, benar saja dugaan Abdullah. Lima belas menit sebelum masuk subuh, sudah banyak jamaah yang memadati jalan di depan mesjid itu. Sandal kulepas dan kutinggalkan di teras. Beruntung Abdullah dan om Amin sudah membawa wudhu sejak berangkat dari rumah[2]. Sungguh mulia pesan sang Nabi SAW yang telah menyampaikan kemuliaan untuk berwudhu sebelum berangkat ke mesjid. Mereka tidak perlu mengantre di mesjid.Mereka berupaya menjumpai keutamaan shalat, yaitu shaf pertama dan keutamaan sebelum azan dikumandangkan[3]. Alhamdulillah, mereka mendapati kelapangan dalam memilih shaf pertama. Masih banyak kosong. Anehnya, shaf yang dibelakangnya malah terisi. Malah yang banyak terisi shaf di bagian belakang. Padahal jika mereka mengetahui riwayat dari Sang Nabi SAW, banyak keutamaannya untuk mengisi shaf terdepan.
Abdullah sempat memperhatikan seragam dan name tag diantara para jemaah yang baru datang. Ada yang dari Tasik, Cirebon, Semarang, Yogya, Surabaya dan Malang. Subhanallah, dari berbagai kota mereka kumpul di sini. Aku yang satu kota, ke mesjid ini baru pertama kali.
Setelah shalat subuh dijalankan, Aa Gym pendiri pesantren di DT ini, naik mimbar. Audio di mesjid memperdengarkan jingle dari stasiun radio yang tidak asing kudengar. Rupanya ada siaran radio langsung yang merelay tausyiah Aa ke stasiun radio yang ada di kota di Indonesia, radio manca negara dan streaming yang dapat diakses melalui radio internet[4].
Om Amin kagum dengan sistem yang dibuat oleh pesantren ini dibangun dengan sedemikian rupa untuk kemaslahatan umat. Sebelum acara tausyiah di tutup, Aa sempat berpesan untuk tamu yang sudah datang ke mesjid silakan melanjutkan acara kunjungan ke rumah Aa yang ada di belakang mesjid.
“Om, ikut saya, yuk!” bergegas Abdullah dan om Amin berdiri.
Sampai di teras depan, kuperhatikan sekeliling mesjid. Cahaya matahari sudah menerangi lingkungan DT. Jamaah masih banyak, bahkan lebih padat. Ada yang duduk sambil beristirahat, ada yang terus beribadat, mengobrol dan berjabat. Pagi itu ramai, mungkin karena waktu bubarnya bersamaan dengan penduduk di sekitar yang berangkat ke kantor atau sekolah, sehingga membuat jalan penuh.
Abdullah menjelaskan beberapa tempat yang ada di lingkungan DT. Setiba di dekat rumah Aa, Abdullah berkomentar.
“Nah, ini om rumah Aa yang sederhana, tapi asetnya bertebaran dimana-mana”, canda Abdullah. Om Amin tersenyum mendengarnya.
Sampai di samping rumah Aa, sudah disediakan karpet merah dan slide proyektor. Tak berapa lama, area itu sudah padat. Abdullah dan om Amin kali ini duduk di belakang.
Aa Gym menyambutnya, “Wah, dari mana saja ini tamunya?”
“Ada yang dari Garut?” tanya Aa. Sebagian jamaah yang berseragam mengangkat tangan. Aa melambaikan tangan sambil tersenyum sambil bertanya lagi, “Surabaya?”.
Abdullah dan om Amin spontan mengangkat tangan.
“Kalimantan?” tanya Aa lagi mengabsen satu per satu.
Abdullah juga heran, kenapa semua berseragam? Jangan-jangan ini jamuan khusus untuk jamaah yang diundang. Astagfirullah, salah masuk! Batinnya.
Aa mungkin memperhatikan kami berdua, karena kami tidak berseragam. Kemudian ia berkomentar lagi sambil menatap kami, “Untuk sahabat Aa yang hadir dengan rombongannya, silakan menikmati hidangan ala kadarnya. Sahabat Aa yang lain, jika ingin berfoto bersama Aa, silakan ke area taman”.
Aku langsung berdiri diikuti om Amin, kemudian menuju ke area taman. Abdullah baru sadar apa yang baru dialaminya adalah salah masuk ke acara undangan Aa. Tapi Aa dengan santun menyampaikan dan mengajak kami untuk foto bersama.


[1] HTML – Hyper Text Markup Language, bahasa yang digunakan untuk membuat website
[2]HR. bukhari no. 611
[3] HR. bukhari no. 580
[4] Radio Internet adalah media yang dapat diakses melalui browser internet, software atau ponsel yang memiliki fitur radio internet. Dengan  memasukkan alamat tertentu, siaran radio dapat didengarkan dari belahan bumi manapun.

No comments:

Post a Comment