“Assalamualaikum
Mas, saya pesan nasi goreng satu, ya” kata Yamin yang sudah baru masuk warung
makan yang ada di pinggir jalan Cikutra malam itu. Ia masih bersama Abdullah. Ada
satu yang mengganjal belum tuntas diceritakan Abdullah, sebelum shalat tadi.
“Wa’alaikumsalam,
siap Ustadz!” penjual nasi goreng itu menjawab dengan sigap. Ia dan Yamin
memang sering bertukar pikiran tentang ilmu agama. Beberapa pertanyaan akrab
darinya dilontarkan pada Yamin yang tengah mencari posisi duduk. Sapaannya
tampak akrab. Rasanya Abdullah belum pernah melihat pemandangan itu sebelumnya.
Tampak dahi
Abdullah dikernyitkan.
“Jarang-jarang saya masuk warung pake
salam, Min” komentar Abdullah.
“Saya tahu dia muslim, jadi boleh dong mendoakan saudara
kita yang seiman” jawab Yamin.
“Kenal dimana?”
“Di mesjid. Namanya Aris”
“Subhanallah ..”
gelengan kepala Abdullah kini menggantikan kernyitan di dahinya.
“Kamu mau makan apa?” sanggah Yamin
“Biar aku yang pesan ke sana.. “ Abdullah segera berdiri dan
menghampiri mas Aris penjual nasi goreng itu.
“Hahaha, mo pesan menu yang spesial ya?” komentar Yamin.
Abdullah hanya senyum sambil menyundulkan kedua alisnya.
“Mas Aris, saya pesan Nasi Goreng Magelangan..”
“Magelangan? Digimanain mas nasi gorengnya?” tanya mas
Aris.
“Nasi gorengnya dicampur dengan mie”.
“Ooh begitu ya” dengan gesit bagaikan berakrobat ia
membalik-balikan nasi yang ada di penggorengan, “Emang ini masakan khas mana,
mas?”
“Yogya mas. Dulu saya tahu
waktu ke Yogya.”
“Mas, emang dari Yogya?”
“Dari Solo. Dulu saya pernah sekolah
di Solo”
“Solo Yogya, emang deket?”
“Deket mas, sekarang cuman satu jam
kurang sudah bisa nyampe Yogya”
“Belum pernah saya ke Yogya. Kalau lihat TV, banyak tempat
menarik ya di sana.
Makanannya murah, orangnya ramah dan banyak yang bilang kalau tinggal di sana betah”
“Insya Allah mas, mudah-mudahan mas bisa ke Yogya”
Ringtone ponsel Abdullah kini berbunyi. Nama Andre muncul di layar,
segera ia mengangkatnya.
“Assalamualaikum Dre,
kamu dimana? Saya baru mo buka puasa nih”
“Saya di kost-an baru aja datang. Lha Dul, buka puasa kok
jam segini?” sahut Andre yang ada di ujung ponsel.
“Tadi ada teman kuliahku Yamin, trus kita keasikan ngobrol.
Mo nyusul ke sini gimana?”
“Sudah malam Dul, aku sudah makan barusan. Ya udah nanti
aja ketemu di kost-an”
“Yo wes, kalau mo nitip boleh, sebutin aja atau sms ke
sini, mumpung masih di tempat makan”
“Makasih, Dul. Selamat makan. Salam kenal buat Yamin.
Assalamualaikum”
“Wa’alaikum salam..”
dan telepon seluler pun berganti menjadi suara tut-tut-tut.
Nasi goreng yang dipesan tak lama datang. Abdullah pun
menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya tadi pagi.
“Saya ikut prihatin Dul, apa yang baru saja menimpamu.
Barangkali musibah yang menimpamu itu sebagai teguran dari Alloh”
“Bisa jadi, Min! Memang apa yang saya rasa selama ini jauh
dengan ibadah. Shalat sih shalat, tapi kok ngga ada yang nempel rasanya”
“Pernah dengerin radio manajemen qolbu
ngga, jam lima subuh. Ada
di saluran 102,7 FM. Insya Alloh kita
bisa banyak dapat ilmu dengerin tiap pagi. Siaran itu live dari jam lima bada subuh sampai jam
enam pagi” jelas Yamin.
“Iya nih, ilmu yang masuk komputer melulu” Abdullah dengan
tangan kanan menyantap nasi goreng, sedangkan tangan kirinya sambil mengetik
frekuensi yang baru disebutkan Yamin ke ponselnya.
Melihat gaya
makan sobatnya itu Yamin berkomentar, “Gayamu itu Dul, Dul…multi tasking ya kayak komputer”.
“Min, besok saya mo dengerin. Penasaran” kata Abdullah.
Abdullah hanya diam. Kali ini dia yang mengernyitkan alis dan
memicingkan matanya. Sorotannya menerawang ke asbabun nuzul. Berfikir.
“Dul, kalau bilang besok, sebut Insya Allah[1]. Menurut riwayat, ada beberapa orang
Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. tentang roh, kisah ashhabul kahfi
penghuni gua dan kisah Dzulqarnain lalu Rasulullah menjawab, datanglah besok
pagi kepadaku agar aku ceritakan. Dan beliau tidak mengucapkan Insya
Allah - artinya jika Allah menghendaki. Tapi kiranya sampai besok
harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi
tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran
kepada Nabi, kemudian Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut Insya Allah
haruslah segera menyebutkannya kemudian.
“Oo gitu, ya?” Abdullah
mengangguk-angguk sambil meletakkan mejanya, “Ya.. ya.. Insya Allah”.
Senyuman Yamin menutup makan malam dan
perbincangan mereka malam itu, “Yuk Dul, kita pulang. Sudah malam”. Yamin
berdiri, kemudian langsung mengeluarkan dompet dari saku celananya, menuju
tempat Aris yang masih membolakbalikkan isi penggorengannya.
“Yuk mas, makasih banyak ya magelangannya
enak..” kata Abdullah sambil menepok bahu mas Aris.
“Makasih Mas. Kapan-kapan ajak saya ya ke Yogya” sahut mas
Aris.
“Ya mas, Insya Allah
ya… Wassalamualaikum”.
No comments:
Post a Comment