Friday, December 4, 2015

Hari Bahagia



Setelah wisuda, Abdullah mendapat tawaran kerja dari Sidiq temannya yang kocak yang sudah lebih dulu lulus kuliah dibanding Abdullah. Dengan penuh semangat Abdullah menerima tawaran kerja di salah satu perusahaan swasta terkenal di Jakarta. Seperti biasa, Abdullah tetap mengikuti seleksi karyawan, mulai dari interview dan psikotest. Tidak ada kolusi dan campur tangan Sidiq.
“Aku yakin engkau bisa lulus tanpa aku bantu” ucap Sidiq.
“Insya Allah. Terima kasih,  Diq?” balas Abdullah meyakinkan.
Seminggu kemudian, di kost Abdullah di Bandung, Yamin  bertandang ke kost Abdullah. Ia sudah duduk di samping kasur temannya itu. Sementara Abdullah asik duduk di depan komputer. Di layar monitornya, Yamin sempat memperhatikan ada yang dicari oleh Abdullah di mesin pencari Google. Beberapa kali daftar halaman pencarian ditampilkan, tetapi temannya itu masih mencoba dengan kata kunci lain yang berhubungan.
“Dul, tadi aku beli minum dan cemilan” Yamin menawarkan.
Abdullah hanya melirik dan mengangguk kecil, “Sebentar ...”.
Yamin membuka Al Quran kecil dari sakunya. Dan mulai membacanya dengan suara merdu dan syahdu. Tiga lembar bacaan Yamin diakhiri setelah mendengar Azan.
“Abdullah, kita shalat dulu, yuk!” ajak Yamin.
“Di sini saja ya, aku lagi menunggu teman” rayu Abdullah sambil menuju ke tempat wudhu.
Sore itu sebelum shalat Ashar dimulai, tak biasanya Yamin berdiri di samping kanan imam, setelah membentangkan sajadah berwarna biru.
"Abdullah, kau kan laki-laki, karena kita sekarang ini akan shalat berjamaah, kau yang menjadi imam, ya", ungkap Yamin. Mulanya Abdullah menggeleng enggan. ”Ayo, kita ditakdirkan Alloh untuk bisa menjadi imam. Kalau nanti-nanti kapan kau akan belajarnya?”. Akhirnya ia menerima saran Yamin yang memotivasi dirinya untuk belajar jadi imam.
Setelah shalat Ashar ditunaikan, suara motor berhenti di depan kost Abdullah.
“Pos.. Pos!!” kata tukang pos yang mengendarai motor berwarna jingga.
“Terima kasih pak” kata Abdullah setelah menerima amplop yang ditujukannya.
“Sebentar pak!” kata Yamin dari dalam kamar. Abdullah sempat heran.
“Ini Pak, ada minuman dan cemilan” sahut Yamin yang tiba-tiba sudah berada di samping Abdullah membawakan bungkusan.
Abdullah teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu, ketika pulang dari kampus bertemu dengan bang Adi si penjual bubur.
“Warna untuk pelangi yang baru kau goreskan itu begitu indah, Min!” bisiknya dalam hati. Abdullah kemudian membuka amplop itu. Ia membaca sebuah surat yang berkop dari perusahaan susu. “Alhamdulillah..”, Abdullah mendapatkan pekerjaan itu. Betapa bersyukurnya Abdullah setelah menerima surat diterimanya ia di perusahaan baru”.
Hari-hari Abdullah terasa begitu lengkap dengan hadirnya seorang wanita yang Ia harapkan bisa menjadi pendampingnya. Raudhah namanya. Raudhah masih menempuh studi S-1 semester 4 di kampus yang sama dengan Abdullah. Abdullah harus sabar menunggu setidaknya hingga Raudhah menyelesaikan studinya. Sepanjang penantiannya, Abdullah bekerja di Jakarta, sebulan sekali Abdullah menyempatkan diri ke Bandung untuk mengunjungi Raudhah.
Dua tahun sudah berlalu, Abdullah masih disibukkan dengan pekerjaannya. Sering kali Abdullah melakukan perjalanan kerja ke luar kota mengunjungi kantor cabang untuk memberikan training.
“Apa kabar Mas… Lagi sibuk ya… Alhamdulillah, minggu depan aku yudisium. Doain semua lancar ya..”
Siang itu, Abdullah menerima pesan singkat dari Raudhah. Abdullah sangat senang dan tak henti mengucap syukur. Dalam hatinya Abdullah berguman, inilah saatnya merencanakan masa depan. Sebelumnya, Raudhah dan Abdullah memang sudah beberapa kali membicarakan rencana masa depan mereka. Mereka sepakat untuk melangsungkan pernikahan setelah Raudhah menyelesaikan kuliahnya. Abdullah sudah pernah menyampaikan niatnya pada orangtuanya dan juga pada orangtua Raudhah.
Malam harinya Abdullah menelepon orangtuanya.
“Bah, Ma, Saya mau minta doa restu” Ujar Abdullah dengan penuh keyakinan. Ia sangat yakin, berita yang ia sampaikan adalah berita bahagia bagi orangtuanya.
“Doa restu untuk apa, Mama selalu akan mendoakanmu” jawab ibu Abdullah.
“Abdullah minta Abah Mama melamar Raudhah, karena Raudhah sudah lulus Ma” pinta Abdullah kemudian.
Subhanalloh… Walhamdulillah… Insya Allah Abah Mama akan datang… Nanti Abah mama diskusi dulu kapan bisa datang ke sana. Nanti mama kabari ya..”
Hati Abdullah sangat senang, tak sabar rasanya menunggu hari itu tiba.
Keesokan harinya, ibu Abdullah menelpon dan memberitahukan bahwa beliau akan datang bulan depan untuk melamar Raudhah. Kemudian Abdullah memberitahukan rencana tersebut pada Raudhah. Kemudian Abdullah menelpon orangtua Raudhah untuk memberitahukan kedatangan orangtuanya bulan depan.
Dalam pertemuan keluarga Abdullah dengan keluarga Raudhah, diputuskan bahwa pernikahan akan dilangsungkan 6 bulan ke depan. Berbagai persiapan dilakukan. Mulai dari gedung, katering, dekorasi, perias, busana, penginapan juga transportasi. Pernikahan ini diharapkan menjadi pernikahan sekali seumur hidup, sehingga Abdullah dan Raudhah berusaha mempersiapkannya secara maksimal. Meskipun ada kendala di sana sini, semua wajar. Maklum, ini adalah hal yang pertama kali buat keduanya dan mudah-mudahan jadi yang terakhir kalinya. Mereka tidak menginginkan pernikahan yang mewah, hanya saja, mereka ingin membuat pernikahan mereka berjalan sakral dan lancar.
Setelah masa perkenalan selama lebih dari 2 tahun, akhirnya hari yang dinantikan itu pun tiba. Dengan dibalut kebaya berwarna putih, yang dijahit sendiri oleh ibu Abdullah, Raudhah tampak bahagia duduk bersanding dengan pria yang telah dipilihnya untuk menjadi pendamping hidupnya. Abdullah tampak gugup bercampur bahagia. Maklum, tak terbayangkan bagaimana rasanya mengucapkan ijab kabul. Rasa gugupnya jauh melebihi sidang tugas akhir di depan profesor pengujinya, pikir Abdullah. Mulutnya sesekali terlihat komat kamit, memanjatkan doa, agar ia bisa mengucapkan ijab kabul dalam satu nafas dengan lancar. Akhirnya saat itupun tiba. Dengan penuh keyakinan, Abdullah bisa mengucapkan ijab kabul dengan lantang. Alhamdulillah…
Setelah ijab kabul diucapkan, Yamin menghampiri Abdullah, menyalami kemudian memeluknya. Yamin membisikkan sebuah kalimat yang pernah diungkapkan sebelumnya pada saat masih di kost.
"Abdullah, kau kini menjadi seorang suami, lakukan dengan berjamaah dengan istrimu, kau yang menjadi imam dalam keluarga ini. Barakallahu fiikum.."
Siang harinya, resepsi dilaksanakan di tempat yang sama. Abdullah dan Raudhah tampak bahagia menyalami dan menerima ucapan selamat dari sanak saudara, teman dan undangan yang datang. Tak tampak rona kelelahan dari keduanya. Senyum tetap terlihat dari keduanya.
Setelah menikah, Raudhah langsung diboyong Abdullah untuk tinggal di Jakarta. Hal itu sudah dibicarakan sebelumnya dengan kedua orang tua Raudhah dan mereka ikhlas melepas Raudhah.

No comments:

Post a Comment